KRIUK KRIUK, INI SEJARAH KERUPUK DI INDONESIA

Sejarah Kerupuk


Menteri Pertahanan Jenderal TNI (Purn.) Ryamizard Ryacudu meyakinkan Indonesia akan melakukan pembelian sebelas unit pesawat tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia senilai Rp15 triliun. Pembelian ini dengan teknik barter sekian banyak  komoditas. Menariknya, di antara produk yang bakal dibarter ialah kerupuk. Mungkin ini kali kesatu alutsista dibarter dengan kerupuk.

Kerupuk adalahmakanan enteng yang disukai tidak sedikit orang. Selain dapat dimakan langsung, kerupuk seringkali melengkapi sekian banyak  jenis makanan.

Berdasarkan keterangan dari sejarawan kulinerkuliner Fadly Rahman kerupuk telah ada di Pulau Jawa semenjak abad ke-9 atau 10 yang tertulis di prasasti Batu Pura. Di situ tertulis kerupuk rambak (kerupuk dari kulit sapi atau kerbau) yang sampai kini masih terdapat dan seringkali jadi di antara bahan kuliner krecek.

“Kerupuk kulit dengan bahannya kulit ternak diciptakan dengan teknik sesudah lapisan selaput dilemparkan dan bulunya dihilangkan seringkali dengan jalan dibakar, kulit digodog hingga lunak kemudian diiris-iris dan dijemur sampai kering,” tulis AG Pringgodigdo dalam Ensiklopedi Umum.

Pada perkembangannya, kerupuk pun menyebar ke sekian banyak  wilayah pesisir Kalimantan, Sumatra, sampai Semenanjung Melayu. Masyarakat Melayu di sana menjadikan kekayaan laut macam ikan sampai udang, menjadi kerupuk.

“Itu terdaftar dalam naskah Melayu karya Abdul Kadir Munsyi ketika menyebut Kuantan (Malaysia), selama abad 19, dia pun membahas keropok (kerupuk). Kerupuk mulai digemari di mancanegara sejak masa kolonialisme Hindia Belanda dan dirasakan jadi pelengkap yang mesti terdapat dalam sekian banyak  kuliner Nusantara yang mereka santap,” kata Fadly untuk Historia.

Meski tadinya dianggap pelengkap, tetapi perlahan kerupuk mendapat lokasi tersendiri di hati masyarakat bangsa Eropa. Sampai-sampai terdapat ungkapan “kurang nikmat mencicipi makanan Nusantara tanpa kerupuk”.

“Tentunya pun di samping sambal. Di Suriname yang jadi lokasi migrasi orang Jawa di masa kolonial, kerupuk jadi makanan yang populer. Buat orang-orang mancanegara, kerupuk jadi satu urusan yang melekat dan unik minat sebab memandang kerupuk ialah identitas kuliner Indies (Hindia Belanda),” kata Fadly.

Di samping kerupuk kulit, menurut keterangan dari Pringgodigdo, kerupuk pun terbuat dari tepung singkong (tepung kanji), tepung terigu tidak banyak dan garam secukupnya diperbanyak daging udang atau ikan. Jenisnya bermacam-macam tergantung bahan beda yang ditambahkan, contohnya kerupuk udang atau kerupuk ikan.

“Nama dagang kerupuk juga seringkali diambil dari nama bahan tambahannya: kerupuk udang, kerupuk (ikan) tenggiri, dsb., atau menurut keterangan dari tempat pembikinannya, laksana kerupuk Sidoarjo, kerupuk Palembang, dsb.,” tulis Pringgodigdo.

Ada pun nama dagang yang memakai nama empunya perusahaannya. Misalnya, kerupuk “Sudiana” di Jalan Kopo Bandung. Sebelumnya, Sudiana bekerja di pabrik kerupuk kepunyaan Sahidin. Keuletannya menciptakan dia diusung menantu oleh Sahidin dan membina perusahaannya sendiri.

Sahidin dan Sukarma, pengusaha kerupuk asal Tasikmalaya, mengawali usahanya semenjak tahun 1930 di wilayah Jalan Kopo depan Rumah Sakit Emanuel Bandung. Mereka begitu tersohor sampai-sampai namanya diabadikan menjadi nama gang.

“Buruh-buruh pabrik yang pernah bekerja di pabrik mereka tidak tidak banyak yang dapat berdiri sendiri. Bahkan, 250 pengusaha kerupuk di Bandung sebelumnya pernah bekerja pada Sukarma dan Sahidin,” tulis Tempo, 13 Oktober 1979.
                

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KRIUK KRIUK, INI SEJARAH KERUPUK DI INDONESIA"

Post a Comment