Apasih Itu Sabut Kelapa? Yuk Simak Selengkapnya
Sabut Kelapa
Sebagai negara kepulauan dan berada di wilayah tropis dan situasi agroklimat yang mendukung, Indonesia adalahnegara penghasil kelapa yang utama di dunia. Pada tahun 2000, luas areal tumbuhan kelapa di Indonesia menjangkau 3,76 juta Ha, dengan total produksi diduga sebanyak 14 milyar butir kelapa, yang mayoritas (95 persen) adalahperkebunan rakyat. Kelapa memiliki nilai dan peran yang urgen baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun sosial budaya.
Sabut kelapa adalahhasil samping, dan adalahbagian yang terbesar dari buah kelapa, yakni sekitar 35 persen dari mutu buah kelapa. Dengan demikian, bilamana secara rata-rata buatan buah kelapa per tahun ialah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti ada sekitar 1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan. Potensi buatan sabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk pekerjaan produktif yang dapat menambah nilai tambahnya.
Serat sabut kelapa, atau dalam perniagaan dunia dikenal sebagai Coco Fiber, Coir fiber, coir yarn, coir mats, dan rugs, adalahproduk hasil pengolahan sabut kelapa. Secara tradisionil serat sabut kelapa melulu dimanfaatkan guna bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat lokasi tinggal tangga lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran konsumen guna kembali ke bahan alami, menciptakan serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi bahan baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan, kasur, bantal, dan hardboard. Serat sabut kelapa pun dimanfaatkan guna pengendalian erosi. Serat sabut kelapa diproses guna dijadikan Coir Fiber Sheet yang dipakai untuk lapisan kursi mobil, Spring Bed dan lain-lain.
Serat sabut kelapa untuk negara-negara tetangga penghasil kelapa telah adalahkomoditi ekspor yang memasok keperluan dunia yang berkisar 75,7 ribu ton pada tahun 1990. Indonesia walaupun adalahnegara penghasil kelapa terbesar di dunia, pangsa pasar serat sabut kelapa masih paling kecil. Kecenderungan keperluan dunia terhadap serat kelapa yang bertambah dan pertumbuhan jumlah dan keragaman industri di Indonesia yang berpotensi dalam memakai serat sabut kelapa sebagai bahan baku / bahan pembantu, adalahpotensi yang besar untuk pengembangan industri pengolahan serat sabut kelapa.
Hasil samping pengolahan serat sabut kelapa berupa butiran-butiran gabus sabut kelapa, dikenal dengan nama Coco Peat. Sifat fisika-kimianya yang dapat menyangga kandungan air dan bagian kimia pupuk, serta bisa menetralkan keasaman tanah menjadikan hasil samping ini memiliki nilai ekonomi. Coco Peat dipakai sebagai media perkembangan tanaman hortikultur dan media tanaman lokasi tinggal kaca.
Dari aspek teknologi, pengolahan serat sabut kelapa relatif simpel yang dapat dilakukan oleh usaha-usaha kecil. Adapun tantangan dan masalah dalam pengembangan usaha kecil/menengah industri pengolahan serat sabut kelapa ialah keterbatasan modal, akses terhadap informasi pasar dan pasar yang terbatas, serta kualitas serat yang masih belum mengisi persyaratan.
Dalam rangka menunjang pengembangan industri serat sabut kelapa yang potensial ini, dibutuhkan acuan yang bisa dimanfaatkan pihak perbankan, investor serta pengusaha kecil dan menengah sehingga mempermudah semua pihak dalam mengimplementasikan pengembangan usaha pengolahan serat sabut kelapa ini. Hasil riset yang dibentuk dalam format Lending Model ini dimaksudkan guna memenuhi keperluan tersebut.
TUJUAN, RUANG LINGKUP DAN METODE
Tujuan
Tujuan dari penyusunan kitab ini merupakan:
Menyediakan rujukan untuk perbankan dalam rangka menambah realisasi kredit usaha kecil, terutama untuk komoditi serat sabut kelapa
Menyediakan informasi dan pengetahuan guna mengembangkan usaha kecil serat sabut kelapa terutama mengenai aspek keuangan, produksi, dan pemasaran.
Ruang Lingkup
Penyusunan lending model ini membutuhkan studi tentang pola pembiayaannya yang merangkum aspek-aspek sebagai berikut:
Aspek pemasaran yang mencakup antara lain situasi permintaan (termasuk pasar ekspor), penawaran, persaingan, harga, proyeksi permintaan pasar;
Aspek buatan yang meliputi cerminan komoditi, persyaratan teknis produk, proses pengolahan, dan penanganannya;
Aspek finansial yang mencakup perhitungan kebutuhan ongkos investasi dan kelayakan finansial (menggunakan perangkat analisis rugi-laba, cash flow, net present value, pay back period, benefit cost ratio, dan internal rate of return) dilengkapi analisa sensitivitas;
Aspek sosial-ekonomi yang mencakup pengaruh pengembangan usaha komoditi yang dianalisis terhadap perekonomian, pembuatan lapangan kerja, dan pengaruh terhadap sektor lain;
Aspek akibat lingkungan.
Metode Penelitian
Survei lapang dilaksanakan untuk mendapat data sebagai berikut:
Data primer dari pengusaha kecil (pengusaha coco fiber);
Data sekunder dari perbankan dan instansi berhubungan (Kandep Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ciamis).
Tokoh masyarakat setempat (tokoh formal dan figur informal).
Analisis data itu di atas selanjutnya dilaksanakan atas hal-hal sebagai berikut:
analisis usaha, dilaksanakan untuk memahami bagaimana pengaruh komoditi yang diteliti disaksikan dari aspek-aspek pemasaran, produksi, sosial-ekonomi, dan akibat lingkungannya;
analisis pembiayaan, dilaksanakan untuk memahami bagaimana pembiayaan proyek dan kelayakan usaha disaksikan dari aspek keuangannya.
Untuk kepentingan pendataan dan analisis data itu di atas, sampel usaha kecil di distrik penelitian dipungut secara random dengan persyaratan bahwa usaha kecil itu yang paling tidak sedikit ada di distrik studi, namun dengan mengkhususkan mereka yang mendapat kredit bank guna usahanya.
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
PROFIL USAHA
Berdasarkan studi permasalahan industri pengolahan serat sabut kelapa di Kabupaten Ciamis, usaha industri pengolahan serat sabut kelapa ialah dalam format usaha kecil. Usaha ini tadinya berkembang sebagai wujud kemitraan dengan seorang pengusaha di kota Bandung pada tahun 1990, dimana pengusaha memberikan kemudahan mesin pemisah serat sabut kelapa dalam format kredit dengan nilai selama Rp. 40 juta. Pengembalian kredit untuk pengusaha dilaksanakan melalui hasil penjualan produk serat sabut kelapa. Berdasarkan keterangan dari Kandep Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ciamis jumlah usaha kecil yang tercebur dalam skema kemitraan itu berjumlah 27 pengusaha. Informasi yang didapatkan dari narasumber pengusaha kecil yang mengemban kemitraan tersebut mengaku bahwa pada lazimnya kredit tersebut telah lunas – walaupun demikian beberapa pengusaha kecil masih mengemban ikatan bisnis dengan pengusaha itu dalam format penjualan hasil.
Berdasarkan kriteria Deperindag, salah satu 27 pengusaha tersebut mayoritas adalahusaha kecil non-formal dan melulu 4 usaha yang termasuk dalam kumpulan industri kecil formal, dalam pengertian memiliki izin usaha dan persyaratan formal lain laksana NPWP. Di samping ke-27 usaha kecil, di wilayah permasalahan ada 1 (satu) perusahaan yang bisa dikategorikan skala menengah/besar dan satu unit yang merupakan pekerjaan usaha koperasi.
Studi permasalahan menunjukkan bahwa tingkat edukasi responden pengusaha pelbagai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Usaha industri serat sabut kelapa adalahpekerjaan atau sumber pendapatan utama beberapa responden. Sebagian narasumber lain mengaku usaha ini bukan adalahsatu-satunya usaha, dan mayoritas dari responden kumpulan ini memberikan operasional pekerjaan industri (kecuali pemasaran) untuk orang lain.
POLA PEMBIAYAAN
Hasil wawancara dengan narasumber pengusaha kecil serat sabut kelapa mengindikasikan bahwa borongan kebutuhan ongkos untuk operasi usaha berasal dari dana sendiri. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari narasumber bank umum yang beroperasi di Kabupaten Ciamis, tercatat melulu satu Bank yang memberikan kemudahan kredit untuk pengusaha kecil industri serat sabut kelapa, dan inipun terbatas melulu kepada 2 orang pengusaha. Kredit yang diberikan ialah berupa kredit investasi dengan jumlah setiap pengusaha Rp. 40 juta, dengan suku bunga 21 % dan jangka masa-masa pengembalian 3 tahun. Kredit investasi tersebut diserahkan atas pertimbangan bahwa usaha industri sabut kelapa yang diongkosi layak dan menguntungkan serta adanya partner sebagai penjamin pasar produk serat sabut kelapa, serta garansi dalam format sertifikat tanah/bangunan lokasi usaha dan mesin yang dibiayai.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak narasumber perbankan didapatkan kesan bahwa pihak perbankan relatif mempunyai sifat “menunggu” guna memberikan kemudahan kredit untuk usaha serat sabut kelapa ini serta terbatasnya informasi mengenai prospek pasar dan kelayakan usaha serat sabut kelapa ini. Di beda pihak, hasil wawancara dengan pengusaha kecil mengindikasikan bahwa pengusaha kecil serat sabut kelapa dihadapkan kepada tantangan dalam mengisi persyaratan dan formalitas untuk mendapat kredit. Kendala tersebut mengakibatkan pengusaha kecil “enggan” guna mengajukan software kredit, walaupun diperlukan terutama guna modal kerja. Kebutuhan modal kerja untuk pengusaha kecil adalahhal yang penting, oleh sebab pengusaha kecil mendapat pembayaran dari hasil penjualan produk serat sesudah 3 – 4 minggu.
ASPEK PEMASARAN
PERMINTAAN
Serat sabut kelapa atau dalam perniagaan dunia dikenal dengan Coconut Fiber atau Coconut Coir, adalahbahan baku untuk sekian banyak industri, antara beda industri karpet, dashboard dan jok guna kendaraan, jok perabot lokasi tinggal tangga, matras, spring bed, kemasan serta tali. Karakteristik produk yang mempunyai sifat heat retardant dan biodegradable, serta kecenderungan konsumen produk industri dalam pemakaian bahan alami mendorong penambahan permintaan terhadap serat sabut kelapa.
Pada tahun 1990 keperluan dunia terhadap serat sabut kelapa sudah menjangkau 75,7 ribu ton dan terus mengindikasikan kecenderungan meningkat. Kebutuhan serat sabut kelapa dunia itu masih didominasi oleh Srilanka, India, Malaysia, Thailand dan negara-negara Afrika (Palungkun, 1992). Walaupun ekspor serat sabut kelapa Indonesia mengindikasikan peningkatan semenjak tahun 1998, melulu sebagian kecil saja dari keperluan dunia itu yang dipasok oleh Indonesia (Tabel 3.1). Negara destinasi ekspor serat sabut kelapa Indonesia ialah Inggris, Jerman, Belgia, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Singapura, Malaysia dan Australia. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari narasumber pengusaha sabut kelapa, masing-masing bulan diduga China memerlukan sekitar 50.000 ton serat sabut kelapa masing-masing bulan untuk memenuhi keperluan industrinya.
Keberadaan dan berkembangnya industri perabot lokasi tinggal tangga, terutama Spring Bed di Indonesia adalahpasar potensial guna industri serat sabut kelapa. Berdasarkan data Statistik Industri Besar dan Sedang (1998), secara Nasional pemakaian serat sabut kelapa sebagai bahan baku terdaftar sebesar 2.123,9 ton. Dari total keperluan bahan serat sabut kelapa yang bernilai selama Rp. 11,7 milyar, senilai Rp. 1,99 milyar (17,1 persen) berasal dari impor dan dari sisi volume sebesar 2,53 persen berasal dari impor. Apabila dikomparasikan dengan volume ekspor serat sabut kelapa pada tahun yang sama (1998), yakni sebesar 19,1 ton (Tabel 3.1), maka berarti bahwa pasar serat kelapa masih didominasi untuk keperluan domestik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengusaha kecil serat sabut kelapa di Kabupaten Ciamis, seluruh responden mengaku bahwa prospek pasar serat sabut kelapa ialah cerah. Semua responden mengaku bahwa permintaan terhadap produk serat lumayan besar, dimana rata-rata permintaan terhadap produk mereka selama 25 ton per bulan, yang semuanya tidak dapat diisi karena keterbatasan modal kerja dan kapasitas mesin. Di antara responden justeru ada yang mengaku adanya permintaan yang tidak dapat diisi karena ketidakcocokan harga.
PENAWARAN
Berdasarkan Statistik Industri Besar dan Sedang (1998), buatan serat sabut kelapa terdaftar oleh Industri Besar dan Sedang melulu sebesar 423 ton. Apabila dikomparasikan dengan pemakaian serat sabut kelapa oleh industri besar dan sedang pada tahun yang sama yang berasal dari buatan lokal sebesar 2070,1 ton maka dapat diartikan bahwa beberapa besar keperluan tersebut, yakni sebesar 1647,1 ton dipasok oleh usaha kecil / menengah. Hal ini mengindikasikan bahwa produsen serat sabut kelapa beberapa besar ialah usaha kecil / menengah.
Statistik jumlah usaha kecil (industri kecil atau industri lokasi tinggal tangga) dan buatan serat sabut kelapa yang didapatkan secara Nasional masih belum tersedia. Berdasarkan studi permasalahan di Kabupaten Ciamis, masing-masing jumlah unit usaha kecil industri serat sabut kelapa di Kabupaten Ciamis tercatat sejumlah 29 unit usaha yang mayoritas (86,2 % atau 25 unit usaha) masih berstatus sebagai industri kecil non-formal. Kapasitas buatan setiap unit usaha bervariasi berkisar antara 55 – 300 ton masing-masing tahun atau rata-rata selama 100 ton per tahun.
HARGA
Berdasarkan studi permasalahan di Kabupaten Ciamis, harga serat sabut kelapa di tingkat produsen berkisar antara Rp. 500 – Rp.600 per Kg, sementara harga di tingkat pembeli (Jakarta) berkisar antara Rp. 900 – Rp. 1200 per Kg, yang tergantung untuk kualitas sabut yang dihasilkan.
Harga serat sabut kelapa di pasaran ekspor menurut hasil wawancara ialah sebesar US $ 210 per ton (FOB), sementara harga CIF di negara destinasi (Rotterdam) ialah sebesar US $ 360 per ton. Harga serat sabut kelapa Indonesia di pasaran ekspor relatif lebih rendah dikomparasikan dengan serat sabut kelapa ex. India, yang bernilai selama US $ 290 – 320 per ton (FOB), akan namun lebih tinggi dikomparasikan dengan buatan Srilanka yakni sebesar US $ 220 – 270 per ton (FOB). Merujuk untuk perkembangan harga mattress fiber buatan Srilanka, ada kecenderungan eskalasi harga dalam periode 1997 – 1999, yakni rata-rata sebesar 3 persen per tahun.
PERSAINGAN DAN PELUANG PASAR
Potensi kompetisi industri serat sabut kelapa bisa ditinjau dari aspek kompetisi produk substitusi dan kompetisi industri sejenis. Dari aspek kompetisi produk substitusi, terutama sebagai bahan baku guna industri jok kursi (mobil dan lokasi tinggal tangga), dash board mobil, tali dan produk sejenis, serat sabut kelapa menghadapi kompetisi dengan industri produk sintetis laksana karet busa dan plastik. Walaupun demikian, ciri khas fisika-kimia serat sabut kelapa yang spesifik dan biodegradable serta bermanfaat sebagai heat retardant menjadikan serat sabut kelapa mempunyai faedah yang spesifik yang tidak bisa digantikan oleh produk sintetis. Selain tersebut kesadaran konsumen terhadap kelestarian bakal lingkungan dan kecenderungan guna kembali memakai produk alami, mengakibatkan serat sabut kelapa memiliki peluang pasar dan mampu berlomba dengan produk-produk sintetis. Selain tersebut karakteristik fisika-kimia serat sabut kelapa menjadikan serat sabut kelapa berpotensi sebagai bahan baku guna pengembangan produk industri laksana geotextile.
Dari aspek kompetisi industri sejenis, serat sabut kelapa Indonesia dihadapkan untuk negara-negara pesaing yang lebih maju dalam urusan teknologi buatan serat sabut kelapa, sehingga memiliki kualitas yang lebih unggul. Persaingan tersebut pun dihadapi oleh sebab perkembangan software teknologi yang lebih maju dalam menciptakan produk industri dengan bahan baku serat sabut kelapa. Negara-negara pesaing Indonesia itu antara lain ialah Srilanka, India, Thailand dan Philipina.
Ditinjau dari kecenderungan permintaan dunia terhadap serat sabut kelapa yang meningkat, serta kontribusi Indonesia yang masih paling kecil dalam perniagaan dunia, serat sabut kelapa Indonesia mempunyai kelebihan komparatif (potensi buatan sabut kelapa) dan memiliki peluang yang besar. Peluang itu dapat diraih dengan kriteria adanya perbaikan dan pengembangan teknologi proses sampai-sampai menghasilkan serat yang mengisi persyaratan kualitas yang diharapkan pasar.
JALUR PEMASARAN PRODUK
Rantai pemasaran serat sabut kelapa secara garis besar dapat disaksikan pada Grafik 3.1. Usaha kecil serat sabut kelapa secara umum tidak bisa langsung menjual produknya untuk eksportir sabut kelapa. Hal ini sebab persyaratan bobot produk usaha kecil masih belum dapat mengisi persyaratan bobot yang diinginkan. Di samping itu, ketiadaan kemudahan mesin pengepress sabut – menyebabkan ongkos transportasi per Kg produk untuk dijual langsung ke eksportir menjadi mahal dan tidak layak.
Grafik 3.1. Rantai Tataniaga Serat Sabut Kelapa
KENDALA DAN HAMBATAN
Berdasarkan hasil studi permasalahan industri kecil pengolahan sabut kelapa di Kabupaten Ciamis, tantangan dan hambatan yang dihadapi oleh pengusaha ialah relatif mahalnya ongkos transportasi produk guna pemasaran langsung ke industri pemakai serat sabut kelapa atau eksportir. Hal ini sebab keterbatasan dan tantangan modal guna pengadaan mesin “press”. Akses terhadap informasi dan pasar ekspor adalahsalah satu tantangan usaha kecil serat sabut kelapa pada aspek pemasaran ini. Hal ini juga bersangkutan dengan kelengkapan mesin / perlengkapan produksi pada usaha kecil yang mengakibatkan jumlah dan kualitas produk yang didapatkan tidak bisa memenuhi keperluan untuk ekspor langsung. Pada tingkat pemasaran lokal dan dalam negeri yang terjadi sekitar ini, tantangan yang dihadapi oleh pengusaha kecil ialah lamanya realisasi pembayaran hasil penjualan produk. Kendala ini semakin dialami oleh pengusaha kecil sebab keterbatasan modal kerja.
ASPEK KEUANGAN
KOMPONEN BIAYA
Analisa aspek keuangan dibutuhkan untuk memahami kelayakan usaha dari segi keuangan, terutama keterampilan pengusaha untuk membalikkan kredit yang didapatkan dari bank. Analisa finansial ini pun dapat dimanfaatkan pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha industri pengolahan serat sabut kelapa.
Perhitungan aspek finansial terdiri dari dua skenario menurut kelengkapan perangkat dan proses yang digunakan, yang berimplikasi untuk total keperluan dana, kapasitas, kualitas dan harga produk serta cakupan pasar. Skenario teknologi -1, usaha dilengkapi dengan mesin pengering dan mesin pengepress, dengan kapasitas usaha yang lebih banyak yaitu 1500 kg serat per hari. Pada skenario -2, pengeringan dengan teknik penjemuran dan pengepressan dilakuan secara manual. Teknologi-2 yang simpel ini mayoritas diterapkan oleh usaha kecil di wilayah penelitian (Kabupaten Ciamis). Ke dua skenario tersebut memakai sumber kredit yang sama, dengan tingkat bunga 24% per tahun.
Untuk penyusunan dan proyek kelayakan usaha dibutuhkan adanya sejumlah asumsi tentang parameter teknologi proses maupun biaya. Asumsi ini didapatkan menurut kajian terhadap usaha industri serat sabut kelapa di wilayah penelitian serta informasi yang didapatkan dari pengusaha dan pustaka. Asumsi itu disajikan pada Tabel 5.1.
Komponen ongkos usaha industri pengolahan mencakup ongkos investasi dan ongkos operasi usaha. Biaya investasi merangkum (1) pengadaan perangkat dan mesin, (2) bangunan, dan (3) modal kerja. Modal kerja direncanakan untuk keperluan dana operasi sekitar 4 bulan. Perincian kebutuhan ongkos investasi dan ongkos operasi usaha yang dikelompokkan menjadi ongkos tetap dan ongkos tidak tetap disaksikan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Pada Tabel 5.2 disajikan total kebutuhan ongkos untuk masing-masing skenario rencana usaha.
PENDAPATAN
Pendapatan usaha industri serat sabut kelapa didapatkan dari produk utama, yakni serat dan hasil samping berupa gabus yang dikenal sebagai Coco Peat. Pendapatan usaha diproyeksikan dengan asumsi bahwa pada tahun kesatu usaha beroperasi pada kapasitas 80% dan pada tahun kedua kapasitas 90%, dan pada tahun ke tiga dan seterusnya beroperasi pada kapasitas 100%. Perincian mengenai rencana produksi, penerimaan dan proporsi penerimaan usaha sekitar umur proyek disajikan pada Lampiran 3.
Pada skenario teknologi -1, kelengkapan mesin dan peralatan mengakibatkan usaha diproyeksikan dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang bisa diterima atau dijual langsung ke konsumen industri pemakai atau eksportir. Pada skenario teknologi -2, teknologi yang sederhana mengakibatkan produk yang didapatkan tidak memiliki mutu yang bisa diterima langsung oleh industri pemakai atau eksportir. Perbedaan skenario teknologi berimplikasi kepada ongkos produksi dan harga produk dengan proyeksi penghasilan dan deviden yang dapat disaksikan pada Lampiran 4 .
Berdasarkan informasi yang disajikan pada Lampiran 4, secara garis besar proyeksi penghasilan dan keuntungan/kerugian usaha dapat disaksikan pada Tabel 5.3.
Seperti dapat disaksikan pada Tabel 5.3 serta Lampiran 4, deviden usaha industri pengolahan serat sabut kelapa dengan teknologi proses yang lebih baik dan pemasaran langsung ke industri pemakai atau eksportir menyerahkan keuntungan yang lebih baik dikomparasikan dengan teknologi yang lebih simpel (Teknologi-2).
ARUS KAS
Proyeksi arus kas dengan pengelolaan dana pembiayaan dari Bank maupun Dana Milik Sendiri mengindikasikan bahwa industri sabut serat kelapa dapat membalikkan kewajiban untuk Bank. Kedua skenario teknologi mengindikasikan tidak terjadinya defisit perkiraan selama usia proyek, dan telah sukses mengembalikan pinjaman pada akhir tahun ke-lima. Seluruh modal yang ditanamkan pada usaha sudah dapat dibalikkan pada tahun ke-4. Secara rinci, proyeksi aliran kas dapat disaksikan pada Lampiran 5.
EVALUASI PROFITABILITAS DAN ANALISA SENSITIVITAS
Berdasarkan asumsi-asumsi yang diajukan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2, serta menurut proyeksi aliran kas, indikator-indikator profitabilitas usaha industri serat sabut kelapa guna ke-dua skenario teknologi dapat disaksikan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. mengindikasikan bahwa usaha industri serat sabut kelapa ialah layak secara finansial. Apabila dikomparasikan antara skenario teknologi-1 dan teknologi-2, informasi yang disajikan pada Tabel 5.4 mengindikasikan bahwa perbaikan kualitas dan penambahan kapasitas usaha melewati kelengkapan mesin/peralatan proses menyerahkan kelayakan yang lebih baik dikomparasikan dengan teknologi sederhana.
Penambahan investasi sejumlah 4 (empat) kali lipat dikomparasikan dengan teknologi-2 menyerahkan Net Present Value selama 5 (lima) kali lipat dikomparasikan teknologi -2. Hal ini berarti bahwa korbanan peningkatan investasi mesin/peralatan serta peningkatan ongkos operasi menghasilkan manfaat finansial yang lebih baik. Rata-rata Nilai Titik Impas guna kedua skenario teknologi yang selama 30 persen mengindikasikan bahwa usaha industri serat sabut kelapa ini masih dapat memberikan keuntungan, walaupun volume penjualan/produksi turun menjadi selama 30% dari kapasitas normal.
Analisa sensitivitas usaha dilaksanakan dengan mengupayakan menurunkan harga jual produk, kenaikan ongkos variabel dan ongkos tetap setiap sebesar 10 persen. Hasil analisis seperti diperlihatkan data pada Tabel 5.4. mengaku bahwa usaha ini paling sensitif terhadap evolusi harga jual produk. Apabila dikomparasikan antara skenario teknologi-1 dan teknologi-2, maka usaha industri dengan teknologi – 2 relatif paling rentan terhadap perubahan situasi usaha, yang dalam urusan ini ialah harga jual, ongkos variabel dan ongkos tetap. Persentase evolusi indikator-indikator kelayakan usaha dampak perubahan harga jual dan ongkos usaha dapat disaksikan pada Lampiran 6.
Analisa sensitivitas juga dilaksanakan terhadap proporsi produk coco peat yang bisa dipasarkan. Hal ini perlu dilaksanakan mengingat informasi dan perkiraan kebutuhan dan permintaan terhadap produk coco peat yang relatif lebih terbatas dikomparasikan produk coco fiber.
Hasil analisa mengindikasikan bahwa usaha tetap layak bilamana volume penjualan coco peat guna tahun kesatu, kedua, dan ketiga dan seterusnya masing-masing melulu sebesar 50%, 70% dan 80%. Akan namun untuk skenario kedua usaha tetap layak bilamana proporsi hasil penjualan coco peat guna tahun kesatu, kedua, ketiga dan seterusnya melulu sebesar 70%, 80% dan 90%.
HAMBATAN DAN KENDALA
Hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh industri serat sabut kelapa ini dari aspek finansial menyangkut aspek arus kas masuk dan terbit keuangan. Pada aspek arus kas masuk ialah terjadinya penundaan pembayaran hasil penjualan produk yang mengakibatkan akumulasi deviden usaha tidak dapat mengongkosi operasi usaha sekitar masa penundaan pembayaran. Walaupun demikian hambatan dan tantangan ini bisa di atasi bilamana pengusaha memiliki “track record” yang baik di mata perbankan, sampai-sampai dapat ditanggulangi melalui kredit modal kerja yang bisa disediakan oleh perbankan. Pada aspek arus kas masuk, terutama yang mencantol dengan keperluan modal investasi, tantangan yang dihadapi oleh pengusaha kecil ialah pada aspek administrasi dan persyaratan yang mesti diisi untuk mendapat kredit dari perbankan. Di samping itu, hambatan dan tantangan akan dihadapi oleh pengusaha dalam mendapat kredit bilamana perbankan belum memiliki informasi yang menyeluruh tentang kelayakan dan prospek usaha ini, serta pengusaha atau calon pengusaha yang akan mengerjakan investasi pada industri serat sabut kelapa ini belum pernah menjadi nasabah bank.
Pada aspek arus kas keluar, tidak terdapat hambatan dan tantangan pada aspek keuangan bilamana penurunan harga jual dan kenaikan ongkos operasi masih di dalam kisaran yang dimungkinkan guna kelayakan finansial. Simulasi terhadap aspek keuangan menunjukkan bahwa usaha ini bakal menghadapi masalah keuangan jika terjadi kenaikan ongkos usaha lebih dari 40% atau penurunan harga jual produk menjangkau lebih dari 25%.
ASPEK SOSIAL EKONOMI
Manfaat Sosial Ekonomi
Bahan baku sabut kelapa adalahhasil samping dari industri pengolahan kopra atau petani / saudagar buah kelapa. Keberadaan industri pengolahan serat ini menjadikan hasil samping sabut kelapa menyerahkan nilai hemat yang lebih baik, sehingga menambah pendapatan petani/pedagang buah kelapa. Pemanfaatan sabut kelapa sebagai bahan baku industri sampai-sampai menjadi komoditi perdagangan mengakibatkan terbukanya peluang kerja baru, yakni dalam format adanya saudagar pengumpul sabut kelapa serta usaha jasa transportasi.
Karakteristik usaha kecil industri pengolahan sabut kelapa secara umum tidak sepenuhnya memakai mesin / perlengkapan dalam proses produksinya, terutama pada etape pembersihan, penyaringan dan pengeringan. Pada situasi teknologi buatan tersebut, usaha ini memerlukan tenaga kerja sangat sedikit selama 20 – 30 HOK, dengan jam kerja selama 6 – 8 jam per hari.
Manfaat Regional
Secara umum eksistensi dan pengembangan industri serat sabut kelapa memberikan akibat yang positif untuk wilayah. Terbukanya kesempatan kerja serta peningkatan penghasilan masyarakat dan sekaligus penambahan pendapatan wilayah merupakan akibat positif untuk pengembangan industri serat sabut kelapa.
Serat sabut kelapa adalahkomoditi ekspor, sampai-sampai akan menyerahkan kontribusi untuk pendapatan devisa negara dan sekaligus pun menghemat devisa. Oleh sebab serat sabut kepala adalahbahan baku untuk industri matras, jok mobil, tali dan lain-lain, maka pengembangan industri ini bisa mendorong berkembangnya industri pemakai serat sabut kelapa.
ASPEK DAMPAK LINGKUNGAN
Industri pengolahan serat sabut kelapa tidak menghasilkan limbah cair maupun gas. Limbah yang terjadi ialah dalam format fisik, yakni berupa hasil samping gabus sabut kelapa dalam jumlah atau volume yang besar. Setiap 1000 butir sabut kelapa yang diproses bakal menghasilkan selama 100 – 125 liter butiran gabus. Akan tetapi, hasil samping butiran gabus atau Coco Peat ini masih memiliki nilai ekonomi, dalam definisi dapat dijual bilamana dilakukan proses penyaringan dan pengeringan serta dengan teknologi pengemasan sehingga mengisi persyaratan bobot yang dikehendaki konsumen. Coco Peat dapat dipakai sebagai media tanam antara untuk tumbuhan jamur.
Gabus sabut kelapa dalam format debu dari proses pemisahan dan sortasi serat berpotensi terhadap kesehatan tenaga kerja, bilamana tenaga kerja tidak dilengkapi dengan pelindung atau masker. Akan tetapi sebab ukuran partikelnya yang relatif besar, maka debu gabus kelapa ini tidak memberikan akibat yang negatif terhadap lingkungan sekitarnya.
Industri pengolahan serat memberikan akibat lingkungan jasmani yang positif oleh sebab dapat meminimalisir limbah sabut kelapa sebagai hasil samping dari pekerjaan usaha perniagaan buah kelapa dan usaha pengolahan kopra.
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Industri pengolahan serat sabut kelapa adalahindustri yang berpotensi guna dikembangkan, dengan sumber bahan baku sabut kelapa yang paling berlimpah yakni sekitar 1,7 juta ton. Indonesia masih belum memanfaatkan secara optimal potensi sabut kelapa guna dijadikan serat sabut kelapa yang memiliki nilai hemat sebagai komoditi perniagaan dan bahan baku industri.
Serat sabut kelapa dan hasil sampingnya berupa butiran gabus kelapa (coco peat) adalahsalah satu komoditi yang memiliki pasar yang lumayan potensial baik guna pasar dalam negeri maupun pasar ekspor. Kebutuhan dunia terhadap serat sabut kelapa ialah sekitar 75,7 ribu ton, dan kontribusi Indonesia terhadap keperluan serat sabut kelapa dunia masih paling kecil. Serat dan butiran gabus sabut kelapa mempunyai kelebihan komparatif ditinjau dari aspek ciri khas fisika-kimia yang tidak bisa digantikan oleh produk sintetis, dan memiliki prospek guna produk industri yang berorientasi ramah lingkungan. Industri serat sabut kelapa Indonesia menghadapi kompetisi dengan negara produsen serat yang sudah lebih maju dari sisi teknologi dan pasar, yakni antara beda Srilanka, India, dan Thailand.
Pengembangan usaha industri serat sabut kelapa memberikan guna yang positif baik dari aspek sosial ekonomi, distrik maupun lingkungan.
Teknis buatan serat sabut kelapa relatif simpel dan dapat dicoba oleh usaha kecil, dengan keperluan modal investasi yang masih tercapai untuk usaha kecil / menengah. Terdapat dua pilihan teknologi industri yang bisa dilaksanakan, yakni teknologi simpel dan teknologi yang lebih maju dari sisi peralatan buatan yang digunakan, yang dua-duanya secara finansial ialah laik. Kredit investasi dapat dibalikkan pada tahun ke-6, dan sekitar umur proyek usaha industri serat sabut kelapa tidak merasakan defisit aliran kas.
Secara keuangan industri serat sabut kelapa dengan mesin/peralatan yang menyeluruh memberikan indikator-indikator kelayakan yang lebih baik dikomparasikan dengan software teknologi yang sederhana. Peningkatan keperluan modal investasi yang empat kali lebih banyak (Rp. 530 juta) dikomparasikan kebutuhan modal investasi dengan teknologi simpel (Rp, 138,6 juta) memberikan guna NPV yang lima kali lebih banyak (Rp. 608 juta) dikomparasikan teknologi simpel (Rp.127 juta), sekitar 15 tahun usia proyek.
Pada tingkat suku bunga 24 % per tahun, usaha industri pengolahan serat sabut kelapa pada skala 600 kg serat per hari ialah layak menurut indikator kelayakan finansial, yakni NPV= Rp 126.572.975; IRR = 55,44 %; B/C rasio = 2,10, masa pengembalian modal 3,5 tahun dan profit on sale sebesar 28 %. Bagi skala usaha 1500 kg serat masing-masing hari dengan mesin buatan yang lebih menyeluruh mempunyai indikator kelayakan yang lebih baik, yakni NPV= Rp 607,826,671; IRR = 55,08 %; B/C rasio = 2,15 masa pengembalian modal 3,5 tahun dan profit on sale sebesar 32 %.
Investasi usaha industri sabut kelapa mempunyai sifat sangat sensitif terhadap harga jual produk, dan dikomparasikan dengan evolusi harga, industri ini relatif tidak cukup sensitif terhadap evolusi atau kenaikan ongkos operasi.
SARAN
Berdasarkan potensi bahan baku, prospek pasar, tingkat teknologi proses, dan aspek finansial, dianjurkan Bank dapat menyerahkan kredit guna pengembangan usaha industri serat sabut kelapa ini, terutama terhadap usaha kecil dan menengah.
Untuk memastikan kelancaran pengembalian kredit, pihak perbankan seyogyanya pun turut berpartisipasi dalam pembinaan usaha ini, terutama pada aspek pemasaran, antara beda dalam format dukungan pelayanan dan informasi untuk ekspansi pasar ekspor.
Usaha kecil industri serat sabut kelapa butuh dibina guna mengembangkan jaringan kerja usaha dalam format wadah asosiasi atau koperasi sampai-sampai secara agregat memiliki skala dan kapasitas usaha yang dapat mengisi kontrak dagang dalam jumlah besar, terutama untuk destinasi ekspor. Kelembagaan dalam format asosiasi atau koperasi yang menampung dan memproses lebih lanjut hasil buatan anggota sehingga mengisi persyaratan bobot yang diharapkan pasar butuh dibentuk. Untuk tersebut asosiasi atau koperasi ini butuh memperoleh kemudahan kredit guna melengkapi kemudahan mesin pengering dan mesin pengepress.
0 Response to "Apasih Itu Sabut Kelapa? Yuk Simak Selengkapnya"
Post a Comment